“Batu
pecah bukan karena dasyatnya tempaan
terakhir, tapi merupakan akumulasi dari tempaan-tempaan sebelumnya”
Sangat
utopis bila pemain TIMNAS cricket Indonesia berharap untuk memenangkan setiap
kejuaraan regional cricket negara-negara lautan pasifik (ICC-EAP CUP). Skill saya tempatkan pada poin terakhir
terhadap sebuah kekalahan (khususn untuk Timnas Cricket Indonesia), karena
skill selalu tercipta dari keseringan berlatih dan keseringan berlaga—bukan
dalam konteks individu tetapi sebagai sebuah TIMNAS, Tim Nasional Cricket
Indonesia.
Dari
beberapa pengalaman mengikuti kejuaraan ICC-EAP Cup, para pemain TIMNAS CRICKET
Indonesia akan di panggil untuk mengikuti traning
camp dan waktunya dua bulan menjelang kejuaraan. Waktu yang relative
singkat untuk membangun kesolidan tim, baik dari sisi kerja sama, kekompakan,
fitness, dan skill. Soliditas selalu terbentuk dari kesamaan persepsi terhadap
sesuatu. Juara misalanya sebagai target. Untuk
membangun persepsi yang sama tentang JUARA, merupakan hal yang luar
biasa sulit bagi TIMNAS Cricket Indonesia.
Pluralitas
pemain TIMNAS memang menjadi salah satu alasan yang cukup mendasar terhadap
beragamnya perspektif JUARA. Orientasi menjadi bagian dari Timnas Cricket
Indonesia pun berwarna warni. Belum lagi tete-bengek
lain yang kerap mengekor para pamain—perlakukan semua pemain itu sama. Semua ini membentuk pemain-pemain di Timans
Cricket Indonesia menjadi begitu utopis, meikirkan kemenangan yang begitu muluk
dan bila kalah pasti ada yang menjadi kambing
hitam.
Banyak
bowling yang jelek, fielding yang tidak agresif, KPI’S tidak berlaku, top five battsman fall erlier, dan
semuanya berjalan berlalu seolah-olah tanpa ada yang tidak beres. Semangat
mengibarkan sang merah putih menjadi kian redup ketika tiap kali berlaga selalu
dipecundangi. Perjalanan bertanding ke luar negeri pun tidak lebih dari
perjalanan wisata menikmati tempat-tempat baru dan sekedar menghabiskan ‘uang
negara.’
Tidak
Belajar Dari Pengalaman
Selalu mendapat penghargaan yang baik
terhadap pengembangan Cricket di Indonesia untuk Cricket Indonesia merupakan
hal yang lumrah dan tidak lebih dari sebuah candu. Saya katakana sebagai candu
karena dengan ini pengembangan cricket di Indonesia begitu masif dan
mengalahkan negara-negara lain. Tapi bila hal ini ditematisasi, Indonesia
sesungguhnya tidak pernah juara dan
tidak layak mendapat award terhadap
pengembangan. Presetasi selalu mengedepankan data-data--bisa saja hasil manipulasi. Bila di lihat dari
kenyataan di lapangan, minat orang terhadap Cricket kembali meredup. Jumlah
yang dahulunya puluhan ribu, saya jamin
sebagaian besarnya hilang—entah disadari atau tidak yang pasti kita
selalu punya alasan-alasn klise untuk membela diri.
Sama halnya dengan TIMNAS CRICKET, sangat
momental. Momentalitas dari sebuah tim tidak pernah membentuk sebuah kesolidan.
Setiap pemain tetap pada persepsinya masing-masing terhadap sebuah TIMNAS,
sehingga untuk menjadi sang juara tetap menunggu ‘bintang jatuh dari langit’
dan berharap sebuah keajaiban terjadi. Menjadi pemenang atau menjadi pecundang
merupakan hal yang tidak ada bedanya.
Mungkinkah Cricket Indonesia berpegang teguh
pada prinsip Yin dan Yang, menjaga
keseimbangan? Di sisi lain Cricket Indonesia menerima Award dalam pengembangan
dan di sisi lain babak belur kalah terus dalam kejuaraan ICC-EAP CUP, dengan
demikian Cricket Indonesia ‘stay on Balance.’ Stay on balance atau justru
mengalami stagnasi?
Sesungguhnya Cricket Indonesia dalam hal ini
TIMNAS Cricket Indonesia, tidak pernah belajar dari pengalaman yang
sudah-sudah. Seharusnya ada banyak hal yang dapat dijadikan pelajaran untuk
pembelajaran demi perbaikan ethos
permainan pemain dalam TIMNAS cricket
Indonesia. Tapi berhubung TIMNAS CRICKET INDONESIA adalah momental, maka tidak
mengagetkan bila selalu jatuh pada kesalahan-kesalahan yang sama, tidak solid,
mudah menyerah, tidak disiplin, tidak bugar, dan poor skill.
Bila demikian gamblangnnya persoalan yang
terus menjadi kendala terbesar bagi TIMNAS CRICKET INDONESIA dalam memetik
kemenangan dalam setiap kejuaraan, adakah langkah konkrit yang akan dibuat
untuk mengantisipasi terhadap kejuaraan-kejuaraan ICC-EAP CUP berikutnya atau kita akan tetap berkutat pada
permasalahan-permasalahan yang sama? Dalam waktu dekat ICC EAP CUP akan
diselenggarakan, dan kita berharap keajaiban akan terjadi.
Fernandes
Nato
Jakarta, December 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar